Selasa, 04 Februari 2014

“Menghias” Partai Bulang Bintang Melalui Marketing Politik


Oleh: Yatimul Ainun
“Dalam kelam Indonesia Suram, jadilah Bulan Bintang. Bulan memberikan terang dalam kedamaian. Dia laksana hati yang bersih yang memancarkan cahaya Ilahi”. Begitu sedikit bait puisi dari penulis untuk Partai Bulan Bintang (PBB).

Beberapa pengamat politik dan politisi partai politik (parpol) terutama di era reformasi di Indonesia saat ini, sudah memperkenalkan teori pencitraan kepada publik untuk memperoleh suara pemilih dalam Pemilu. Teori pencitraan itu didukung kalangan khususnya teoritisi komunikasi politik dan umumnya ilmu politik meyakini penggunaan teori pencitraan terhadap Parpol dapat memiliki peran atau memberi kontribusi di dalam menentukan proses demokratisasi. Hal itu tak hanya diterapkan Partai Bulan Bintang. Tapi sudah dilakukan oleh semua partai peserta Pemilu.
Dalam perkembangannya, teori pencitraan diperkuat dengan kemunculan teori pemasaran politik (political marketing) didukung kalangan khususnya teoritisi manajemen pemasaran dan umumnya ilmu ekonomi. Pendukung teori pemasaran politik juga meyakini, penggunaan pemasaran politik memiliki kontribusi atau peran di dalam menentukan proses demokratisasi.
Melihat kondisi demikian, penulis diminta untuk menelisik perjalanan Partai Bulan Bintang untuk membangun pencitraan ke publik.  Karena, citra (image) itu adalah salah satu aset terpenting parpol. Citra parpol positif atau baik di mata publik bergantung pada pengetahuan, kepercayaan dan persepsi publik tentang parpol. Pada gilirannya dapat mendorong publik untuk mendukung dan memberikan suara kepada parpol tersebut dalam Pemilu.
Di Indonesia perkembangan politik kepartaian sejak Pemilu tahun 1990-an ditandai dengan kesadaran akan upaya kehumasan tampak tidak hanya terfokus pada kegiatan kampanye dengan metode orasi di tengah lapang, namun lebih pada komunikasi politik melalui berbagai media massa.
Teori pencitraan parpol pada umumnya menggunakan pendekatan pemasaran politik. Pemasaran politik (political marketing) adalah ilmu baru yang mencoba menggabungkan teori-teori marketing dalam kehidupan politik. Sebagai cabang ilmu, pemasaran politik masih tergolong baru. Namun, telah menjadi popular dalam ranah politik di negara demokrasi industri maju.
Kini, parpol mulai berlomba-lomba memanfaatkan ilmu ini, untuk strategi kampanye baik untuk mendapatkan dukungan politik dalam Pemilu maupun memilihara citra sepanjang saat dalam jeda Pemilu. Sebelum banyak mengupas tentang proses pencitraan dalam marketing politik, penulis memulai bahasan ini dari sebuah sejarah singkat berdirinya Partai Bulan Bintang.
Ditelisik dari sejarah berdirinya, yang ditulis dalam websiten Partai Bulan Bintang (PBB), adalah sebuah partai politik di Indonesia yang berasaskan Islam. Partai tersebut berdiri pada 17 Juli 1998 di Jakarta dan dideklarasikan pada Jumat 26 Juli 1998 di halaman Masjid Al-Azhar, Kemayoran Baru Jakarta.
Sejak awal berdiri, Partai Bulan Bintang ini didukung oleh ormas-ormas Islam tingkat Nasional. Seperti Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Badan Koordinasi dan Silaturahmi Pondok Pesantren Indonesia (BKSPPI), Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI), Forum Silaturahmi Ulama, Habaib dan Tokoh Masyarakat (FSUHTM), Persatuan Islam (PERSIS), Partai Serikat Islam Indonesia (PSII), Persatuan Umat Islam (PUI), Perti, Al-Irsyad, Komite untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI), Persatuan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI), Lembaga Hikmah, Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (HMI).
Didukung juga oleh Pelajar Islam Indonesia (PII), Gerakan Pemuda Islam (GPI), KB-PII, KB-GPI, Hidayatullah, Asyafiiyah, Badan Koordinasi Pemuda dan Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI), Badan Koordinasi Muballigh Indonesia (Bakomubin), Wanita Islam, Ikatan Keluarga Masjid Indonesia (IKMI), Ittihadul Mubalighin, Forum Antar Kampus dan Lembaga Penelitian Pengkajian Islam (LPPI).
Berbagai ormas tersebut bergabung di dalam Badan Koordinasi Umat Islam (BKUI) yang didirikan pada 12 Mei 1998. BKUI merupakan pelanjut dari Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI) yang didirikan pada 1 Agustus 1989 oleh Pemimpin Partai Masyumi yaitu DR.H. Mohammad Natsir, Prof.DR.HM Rasyidi, KH Maskur, KH Rusli Abdul Wahid, KH Noer Ali, DR. Anwar Harjono, H Yunan Nasution, KH Hasan Basri dan banyak bberapa kiai lainnya.
Pada awal berdirinya PBB dipimpin oleh Prof. DR. Yusril Ihza Mahendra, tokoh reformasi yang menjadi arsitek berhentinya Soeharto dari jabatan Presiden RI ketika reformasi bergulir dan juga sebagai tokoh yang mempelopori Amandemen Konstitusi Pasca reformasi ditengah tuntutan Federalisme dari berbagai tokoh reformasi ketika itu dan pernah pula menjadi Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia dan Menteri Sekretaris Negara.
Sedangkan DR. H.MS. Kaban diangkat sebagai Sekretaris Jendral, tokoh HMI yang sangat disegani dan pernah menjabat sebagai Menteri Kehutanan yang juga dikenal tanpa kompromi dengan para cukong kayu dan perambah hutan Indonesia. Berikutnya MS Kaban dipilih sebagai Ketua Umum PBB pada 1 Mei 2005 dan Drs.H. Sahar L. Hasan  sebagai Sekjen.
Sejak Muktamar ke-3, April 2010, di Medan partai ini telah menetapkan kembali DR.H.MS Kaban sebagai Ketua Umum dan Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, SH., M.Sc. sebagai Ketua Majelis Syuro dan  BM Wibowo,SE., MM., mantan Sekretaris Jenderal Organisasi Massa Islam Hidayatullah, sebagai Sekretaris Jenderal.
Partai Bulan Bintang sejak reformasi  telah menjadi peserta pemilu dan telah mengikuti Pemilu tahun 1999, 2004 dan Pemilu tahun 2009. Pada Pemilu tahun 1999, Partai Bulan Bintang mampu meraih 2.050.000 suara atau sekitar 2 persen dan meraih 13 kursi DPR RI. Sementara pada Pemilu 2004 memenangkan suara sebesar 2.970.487 pemilih (2,62 Persema) dan mendapatkan 11 kursi di DPR.
Dalam Pemilihan Umum Anggota Legislatif 2009, PBB memeroleh suara sekitar 1,8 juta yang setara dengan 1,7 persen dan dengan system parliamentary threshold 2,5 persen sehingga berakibat hilangnya wakil PBB di DPR RI, meski di beberapa daerah pemilihan beberapa calon anggota DPR RI yang diajukan mendapatkan dukungan suara rakyat dan memenuhi persyaratan untuk ditetapkan sebagai Anggota DPR RI.
Namun PBB masih memiliki sekitar 400 Anggota DPRD baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Adapun visi PBB adalah terwujudnya kehidupan masyarakat Indonesia yang Islami. Misinya, untuk membangun masyarakat dan bangsa Indonesia yang maju, mandiri berkepribadian tinggi, cerdas, berkeadilan, demokratis dan turut menciptakan perdamaian dunia berdasarkan nilai-nilai Islam.
Dari sejarah singkat Partai Bulang Bintang diatas, kini banyak pesan dan gerakan yang dilakukan PBB. Baik pesan melalui memasang benner, baliho dan iklan di banyak media, baik televisi, media cetak, radio dan media online. Pengaruh pesan yang disampaikan tersebut jelas akan banyak efek yang menguntungkan partai.
Dari analisis penulis, tentang pengaruh pesan yang disampaikan parpol melalui media masa memiliki nilai signifikan terhadap keputusan memilih masyarakat, meskipun ini memang bukan satu-satunya faktor. Parpol tidak hanya memanfaatkan jasa konsultan kehumasan, juga membuat media khusus untuk mengkomunikasikan visi, misi dan program parpol.  Selain itu, ada parpol mempunyai website sebagai kelengkapan instrumen kampanye. Semua informasi Parpol disajikan secara detil di website tersebut. Seperti apa yang dilakukan PBB, dengan membuat website, bulan-bintang.org.
Dalam teori pencitraan, parpol pada umumnya menggunakan pendekatan pemasaran politik. Pemasaran politik (political marketing) adalah ilmu baru yang mencoba menggabungkan teori-teori marketing dalam kehidupan politik. Sebagai cabang ilmu, pemasaran politik masih tergolong baru, namun telah menjadi popular dalam ranah politik di negara demokrasi industri maju.
Konsep inti pemasaran adalah bagaimana transaksi diciptakan, difasilitasi dan dinilai. Transaksi adalah pertukaran nilai antara dua pihak, juga terjadi saat seseorang menukarkan dukungannya dengan harapan mendapatkan pemerintahan lebih baik. Konsep pemasaran politik merupakan kegiatan memasyarakatkan ideologi politik, tokoh politik, perjuangan politik telah lama dipraktikkan di negara demokrasi maju seperti Amerika Serikat.
Melalui logika pemasaran politik, kedekatan parpol dengan konstituen dan massa mengambang tetap terjaga setiap saat. Tercipta pendidikan politik masyarakat dengan menempatkan masyarakat sebagai subyek politik, bukan obyek politik sebagaimana disikapi pada saat kampanye Pemilu saja. Logika pemasaran politik menghindari keterputusan hubungan Parpol dan masyarakat konstituen.
Pendekatan pemasaran politik menggunakan teori-teori mengenai perilaku konsumen. Pendekatan ini digunakan karena saat menggunakan hak pilihnya, pemilih melakukan pengambilan keputusan untuk mempertukarkan hak suaranya dengan pilihan terhadap parpol tertentu sama seperti perilaku konsumen mempertukarkan uang untuk membeli barang/jasa tertentu.
Pendekatan pemasaran politik memperkirakan, individu berperilaku berdasarkan keingingan untuk terikat dengan perilaku tersebut dan faktor apa saja mempengaruhi keinginan untuk memilih parpol. Penerapan pendekatan pemasaran memungkinkan parpol mengetahui apa secara siginifikan mempengaruhi keinginan untuk memilih parpol dan memasarkan parpol secara tepat demi mendapatkan suara pemilih.
Pendekatan pemasaran politik juga percaya, keinginan untuk memlih parpol signifikan dipengaruhi, baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh sikap terhadap parpol dan norma subyektif interpersonal. Pengaruh sikap terhadap parpol signifikan karena orang mengidentifikasikan diri terhadap parpol, bukan terhadap pemimpin.
Bagi pendukung parpol, pendekatan pemasaran politik, ada sejumlah alasan mengapa penting menggunakan pemasaran politik bagi parpol. Pertama, politisi parpol percaya telah terjadi pergeseran paradigm pemilih dari paradigma ideologis menjadi paradigma pragmatis. Masyarakat cenderung melihat program kerja ditawarkan oleh parpol dibandingkan dengan alasan ideologis.
Hal ini terlihat dari fenomena semakin membesarnya persentase pemilih non-partisan dan juga masa mengambang. Pemilih non-partisan yakni kelompok pemilih tidak menjadi anggota atau mengikat diri secara ideologis dengan parpol tertentu. Di samping itu, adanya persaingan politik dan sistem multipartai dianut serta semakin kritis masyarakat dalam memilih parpol.
Parpol dituntut menjadi lebih kreatif dalam menganalisis permasalahan negara dan rakyat. Parpol paling bagus menyusun program kerja mempunyai peluang lebih besar memenangkan perolehan suara pemilih dalam Pemilu. Agar menganalisis permasalahan dan menyusun program kerja bagus, maka dilakukan polling dan berbagai kegiatan riset lain. Riset merupakan kebutuhan sangat penting untuk pemetaaan permasalahan, segmentasi pemilih dan pemetaan program kerja. Riset kuat dalam hal menyangkut aspirasi masyarakat. Kemampuan mengidentifikasikan permasalahan daerah untuk diketengahkan sebagai permasalahan kampanye di daerah tertentu. Hal itu cukup memungkinkan untuk parpol sebagai modal menumbuhkan citra sebagai organisasi politik peduli pada kebutuhan aktual di daerah.
Mislanya, apa yang dilakukan sosok calon presiden yang diusung PBB secara resmi, yakni Yusril Ihza Mahendra. Ia mendatangi Malang, untuk bertemu dengan ribuan buruh di sebuah pabrik rokok di Kepanjen, Kabupaten Malang. Seperti dikutip Liputan6.com, Yusril siap membela buruh jika dirinya terpilih menjadi Presiden pada 2014 mendatang. Gerakan Yusril adalah contoh gerakan pencitraan dan upaya mencari dukungan untuk dirinya dan partainya. Karena berdasarkan keputusan Majelis Syuro Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra telah ditetapkan sebagai calon presiden (capres). “Pemilu 2014 mendatang, akan menjadi kesempatan terakhir bagi saya,” kata Yusril.
Sementara, di Indonesia pemasaran politik, mulai dikenal tetapi belum meluas dalam ranah politik maupun kajian akademis. Kegiatan politik parpol disadari atau tidak parpol telah melakukan serangkaian kegatan ini sebagai missal pengumpulan massa (temu kader, tabligh akbar dan deklarasi), pawai di jalan-jalan, liputan media cetak (TV, Koran, Majalah, Radio, dll) atas kegiatan parpol sampai ke kunjungan wakil-wakil parpol ke komunitas konstituen maupun komunitas tertentu telah biasa dilakukan.
Intenstitas interaksi Parpol dan masyarakat sering hanya terjadi pada waktu menjelang Pemilu melalui pelaksanaan kampanye. Pada masa ini, parpol berlomba-lomba menawarkan produk politik berupa ideologi, gagasan, kebijakan dan rekan jejak. Masyarakat dijadikan seperti “pasar sesaat” atau “pasar kaget” untuk mendengar, melihat dan memilih produk mereka.
Di luar “pasar sesaat” ini, komunikasi politik parpol dengan masyarakat terputus. Akibatnya, Parpol tidak menjalankan fungsi pendidikan politik bagi masyarakat dan pada gilirannya kehilangan daya kritis untuk mengontrol parpol dan pemerintahan. Karena itu, parpol menggunakan pendekatan pemasaran politik hanya pada kampanye Pemilu semata. Padahal pendekatan pemasaran politik sendiri sesungguhnya menekankan pentingnya kinerja sebuah parpol selain kegiatan pemasaran atau pencitraan.
Setelah masa Pemilu berakhir, Parpol harus dapat memenuhi janji-janji atau produk politik sudah ditawarkan kepada masyarakat atau pemilih.Pemilih atau masyarakat harus memperoleh kepuasan. Baik teori pencitraan dalam komunikasi politik maupun pendekatan pemasaran politik percaya, ada hubungan erat antara citra parpol dan perilaku pemilih.
Penciptaan dan pembentukan pencitraan positif parpol digarap dan dikelola sedemikian rupa baik sepanjang maupun pasca kampanye. Untuk menciptakan pengetahuan dan persepsi masyarakat. Hal ini diperlukan komunikasi politik. Dalam perkembangannya, teori pencitraan mendorong parpol untuk melakukan komunikasi politik melalui media massa.
Mengapa? Karena luas jangkauan jauh lebih luas ketimbang sarana-sarana komunikasi politik lain. Pesan dan informasi politik parpol lebih mudah menjangkau rumah-rumah pemilih dalam Pemilu melalui media massa ini ketimbang melalui komunikasi interpersonal dengan kader-kader Parpol pada strata masyarakat bawah umumnya di daerah perdesaan (rural areas).
Penggunaan media massa sangat penting dalam proses kampanye dan sosialisasi politik dalam Pemilu. Karena, dalam konteks politik modern, media massa bukan hanya menjadi bagian integral dari politik, tetapi juga memiliki posisi sentral dalam politik. Karenanya, media massa merupakan saluran komunikasi politik yang banyak digunakan untuk kepentingan menyebarluaskan informasi, menjadi forum diskusi publik dan mengartikulasikan tuntutan masyarakat beragam.
Mengutip apa yang ditulis Adman Nursal (2004), dalam bukunya berjudul “Political Marketing, Strategi Memenangkan Pemilu Sebuah Pendekatan Baru Kampanye Pemilihan DPR,DPD”. Bahwa berdasarkan catatan Wring (1996) aktivitas marketing-politik telah digunakan sejak Pemilu di Inggris pada tahun 1929. Ketika itu, Partai Konservatif menggunakan agen biro iklan (Holford-Bottomley Advertising Service) dalam membantu mendesain dan mendistribusikan poster.
Di Indonesia, sebenarnya marketing politik sudah lama berjalan di Indonesia, seperti di yang dilakukan pada zaman orde baru dulu, yang sudah banyak spanduk-spanduk berisi tentang ajakan bergabung untuk mengikuti tabligh akbar atau musyawarah daerah, yang diadakan partai politik produk orde baru.
Adapun tujuan ataupun misi terakhir yang akan dicapai political marketing adalah starategi kampanye politik untuk membentuk serangkaian makna politis tertentu dalam pikiran para pemilih.  Serangkaian makna politis akan menjadi orientasi perilaku yang akan mengarahkan pemilih untuk memilih kontestan tertentu. Makna politis inilah yang kemudian menjadi output penting political marketing yang menentukan, pihak yang mana yang akan dicoblos oleh pemilih.
Menurut Adman Nursal ada  sembilan elemen yang terpenting dalam polical marketing yang tidak boleh dilepaskan harus fokus dengan sembilan elemen tersebut. yakni positioning, targeting, policy, person, party, presentation, push marketing, pull marketing, pass marketing, dan polling.
Pertama, Positioning bergandengan dengan targeting. Yakni, tindakan untuk manancapkan citra tertentu kedalam benak para pemilih agar tawaran produk politik dari suatu kontestan yang memiliki posisi khas, yang jelas mencari jendela di dalam otak pemilih. Misalnya, dalam marketing politik adalah bagaimana Partai Bulan Bintang (PBB) menyampaikan pesan kepada masyarakat bahwa PBB adalah partai Islam yang lebih unggul dibandingkan dengan partai yang lain. Artinya membangun image dan citra di dalam otak para pemilih atau konstituen.
Dalam disiplin marketing, “menempatkan” seorang kandidat atau sebuah partai dalam pikiran para pemilih disebut positioning. Atau positioning sering kali juga diartikan tindakan untuk manancapkan citra tertentu kedalam benak para pemilih agar tawaran produk politik dari suatu kontestan  yang memiliki posisi khas, yang jelas mencari jendela di dalam otak pemilih.
Positioning yang efektif akan menunjukkan perbedaan nyata dan keunggulan sebuah kontestan di banding kan dengan kontestan pesaing: bahwa pesaing tidak dapat mewujudkan tawaran-tawaran tertentu sebaik pihak yang mancanangkan positioning tersebut.
Positioning dan targeting sebagai penetapan segmen pasar yang akan di raih. Semua aktifitas untuk menanamkan kesan di benak para konsumen agar mereka bisa membedakan produk dan jasa dihasilkan oleh organisasi bersangkutan.
Kedua, adalah Policy yang berhubungan dengan “program kerja” yang ditawarkan para konstestan ketika terpilih kelak, menawarkan solusi terhadap permasalahan kebangsaan, memunculkan isu-isu yang diangap penting dan dapat diterima oleh konstituen, program kerja yang dapat diterima, yang menarik, mudah terserap oleh para pemilih.
Di banyak benner atau baliho yang disebar PBB, memunculkan slogan “Selalu ada Solusi” dan selalu terdapat foto soso Yusril Ihza Mahendra, sosok paling diandalkan dan memiliki pemikiran mampu memberikan solusi jika ada persoalan yang dihadapi masyarakat. Terutama soal pembelaan hukum.
Secara ideal, policy yang dijabarkan dalam program kerja yang merupakan “jualan” utama kontestan pemilu. Pandangan ideal inilah agaknya yang menyebabkan sebagian politisi mengandalkan keunggulan policy dalam kampanye-kampanye tertentu. Tetapi sayangnya, keunggulan policy saja ternyata tidak sepenuhnya mampu mendongkrak perolehan suara. Sejumlah politisi dari beberapa Partai peserta pemilu 1998 dengan tawaran policy yang canggih, dan sebenarnya merupakan solusi dari masalah kebangsaan gagal memperoleh kursi. Termasuk yang terjadi pada Partai Bulan Bintang.
Elemen ketiga adalah Person. Kandidat legislatif atau eksekutif yang akan dipilih dalam pemilu, kualitas person dapat dilihat melalui tiga dimensi yaitu kualitas instrumental, dimensi simbiolis,  dan fenotipe optis, ketiga dimensi ini dikelola agar atributable. Secara umum dalam political marketing, kualitas dari seorang figur dapat dilihat dari tiga dimensi: kualitas instrumental, faktor simbolis, dan fenotipe optis. (Firmanzah, 2007:159).
Kualitas instrumental adalah kompetensi fungsional. Kompetensi manajerial berkaitan dengan kemampuan menyusun rencana, pengorganisasian, pengendalian, dan pemecahan masalah untuk mencapai sasaran obyektif. Sementara kompetensi fungsional adalah keahlian dalam bidang-bidang tertentu yang diangap penting dalam menjalankan tugas teknologi dan sebagainya. Kualitas instrumental merupakan sebuah keahlian dasar yang dimiliki kandidat agar sukses menjalankan tugasnya.
Keempat, adalah Party. Produk politik partai, yang mempunyai identitas utama, aset reputasi, dan identitas estites, ketiga hal tersebut akan dipertimbangkan oleh para pemilih dalam menetapkan pilihanya. Dari perspektif manajemen operasional, party merupakan sebuah mesin politik dengan aneka kegiatan politik, tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah untuk memperoleh kekuasaan atau ikut mengendalikan kekuasaan.
Untuk memperoleh dan mengadalikan kekuasaan, Partai berusaha berebut simpati para pemilih dengan menawarkan policy dan person yang diharapkan sesuai dengan aspirasi pemilih. Dengan demikian Partai juga dapat disebut sebagai organisasi yang menghasilkan produk- produk politik.  (Harris P, 2008: 209). PBB, ada sosok Yusril dan ia tergolong bersih dari perilaku korup. Sosok tegas dan memiliki kemampuan kenegaraan yang cukup luar bisa. Sosok Yusril yang bisa “dijual” oleh PBB.
Elemen kelima adalah Presentation. Bagaimana membungkus dengan baik ketiga elemen diatas (produk, person, party) ini disajikan dengan bungkusan semenarik mungkin, presentasi sangat penting karena dapat mempengaruhi makna politis yang membentuk dalam pemikiran para pemilih. Presentation disajikan dengan medium presentasi secara umum dapat di kelompokkan menjadi objek fisik, orang dan event.
Elemen keenam; push markekting adalah penyampain produk politik secara langsung kepada para pemilih, produk politik disampaikan kepada pasar politik yang meliputi media massa dan influencer group sebagai pasar perantara, dan para pemilih sebagai pasar tujuan akhir. Pendekatan push marketing pada dasarnya adalah usaha agar produk politik dapat menyentuh para pemilih secara langsung atau dengan cara yang lebih customized (personal).
Selanjutnya adalah elemen ketujuh: Pull markting adalah penyampaian produk politik yang dimanfaatkan atau disampaikan melalui media massa. Seperti memasang iklan dan sejenisnya di banyak media cetak dan elektronik, radio serta media online.
Elemen kedelapan; pass marketing adalah penyampaian produk politik kepada kelompok yang berpengaruh (influencer group). PBB terlihat sudah mengajak para tokok sentral di beberapa daerah dan bahkan menjadikan sosok tersebut sebagai calon legislatif. Baik dilevel kabupaten/kota, provinsi hingga pusat.
Elemen kesembilan dari marketing politik adalah Polling dan survai adalah penting dijalankan dalam strategi marketing politik tujuannya adalah untuk melihat apa yang dibutuhkan oleh masyarakat, supaya kita tahu sampai dimana iklan kita di terima oleh para pemilih, apa yang harus disampaikan, dan apa yang harus diubah dan apa yang harus diteruskan. Polling, riset, survei tidak bisa di pungkiri sangat penting dalam proses marketing politik.
Secara lebih spesifik dan terkait dengan produk politik dalam marketing politik yaitu: kandidat, partai, dan kebijakan, dibutuhkan sinergi strategi yang optimal, penggunaannya dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan produk politiknya. Dalam produk kandidat yang diusung PBB misalnya, strategi push dibutuhkan untuk memperkecil jarak antara kandidat dengan calon pemilih; strategi pull digunakan untuk membentuk kesadaran dan pengenalan publik terhadap kandidat sekaligus program-program yang diajukannya. Sementara strategi pass digunakan untuk memperoleh dukungan dari tokoh masyarakat untuk mobilisasi massa.
Dari bberapa ulasan diatas, terkait upaya yang dilakukan PBB, dalam membangun citra partai dilihat dari marketing politik yang dilakukan, banyak melakukan yang berdampak pada penilaian sosial, yang hal itu dipengaruhi bagaimana seorang individu memahami pesan yang ditangkap oleh inderanya dan akhirnya membentuk perilaku.
Produk yang dipasarka oleh PBB, adalah penyebaran pesan dalam berbagai cara pendekatan untuk mencari dan memperoleh dukungan politik. Hal itu bisa dilihat dari upayanya, pertama, dalam hal Push Marketing, dimana kandidat atau partai politik berusaha mendapatkan dukungan melalui stimulan yang diberikan secara langsung kepada pemilih. Yusril Ihza Mahendra sebagai calon presiden yang diusung PBB, sudah mulai turun mendekati rakyat ke berbagai daerah di Indonesia.
Sudah melakukan Pass Marketing. Yakni, memasarkan produk politik melalui orang atau kelompok berpengaruh yang mampu mempengaruhi opini pemilih. Yusril mendatangi banyak tokoh berpengaruh seperti kiai dan mengisi acara di banyak perguruan tinggi di Indonesia. Menjebarkan konsepnya jika terpilih jadi presiden nantinya.
Selanjutnya adalah melakukan Pull Marketing. Dimana pemasaran produk politik melalui media massa yang menitikberatkan pada image atau citra produk politik tersebut. Menyebarkan benner dimana-mana bersama para calon legislatif yang diusungnya dan banyak memasang iklan di banyak media. Baik cetak maupun elektronik. Hal itu yang dilakukan oleh Partai Bulan Bintang, jelang pemilu 2014 mendatang.(*)

Daftar Pustaka

Harahap, Effendi Muchtar. (2013). Politik Kepartaian Era Reformasi: Peran Ideologi, Koalisi dan Dana Ilegal. Jakarta. NSEAS & IEPSH in Processing.
Nursal Adman. (2004). Political Marketing, Strategi Memenangkan Pemilu Sebuah Pendekatan Baru Kampanye Pemilihan DPR,DPD. Jakarta: PT Gramedia.
http://news.liputan6.com/read/764674/diusung-pbb-sebagai-capres-yusril-ini-kesempatan-terakhir
http://news.liputan6.com/read/764580/jadi-capres-pbb-yusril-langsung-serang-jokowi/?related=pbr&channel=n
http://news.liputan6.com/read/754203/pbb-yusril-ihza-jadi-capres-jika-lolos-ambang-batas-pileg-2014
http://sejarah-singkat-partai-bulan-bintang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar