Oleh: Yatimul Ainun
Pendahuluan
CITRA partai
berlogo Mercedes-Benz (Mercy), alias Partai Demokrat (PD), kini tak lagi “bergengsi”
dan menarik hati rakyat Indonesia. Hal itu diakibatkan Hal setelah melihat
hasil survei yang rilis oleh dua lembaga survei di Indonesia. Diantaranya,
hasil survei Pol-Tracking Institute, pada Kamis 19 Desember 2013 lalu di
Jakarta, dan hasil survei Reform Institute pada Rabu 18 Desember 2013 di
Jakarta.
Tak
hanya hasil survie yang membuat citra Partai Demokrat “terjun bebas”,
kepercayaan masyarakat menurun drastis. Namun, banyak faktor yang
menghantuinya. Kasus korupsi yang menimpa petinggi partai dan kasus tersebut
menjadi menu seksi semua media lokal maupun nasional, juga salah satu akibat
dari jebloknya kredibilitasdan citra Partai Demokrat. Selain itu, Manajemen
komunikasi politik yang dibangun, sering tak sesuai dengan harapan rakyat.
Padahal
peran media, untuk membangun citra partai sangat penting dan dominan.
Pemberitaan negatif soal kasus politisi dari Partai Demokrat yang terus menerus
menjadi topik utama media baik cetak lebih-lebih media elektronik, akan membuat
image Partai Demokrat tak lagi diminati rakyat.
Komitmen
dan menjaga krdibilitas partai begitu snagat penting. Misalnya, rakyat sudah
mengetahui bagaimana Partai Demokrat memasang iklan di banyak media televisi,
bahwa Partai Demokrat tolak korupsi dan siap memberantas korupsi. Namun, apa
yang terjadi malah sebaliknya. Hampir semua yang “mejeng” dalam iklan Partai
Demokrat anti korupsi itu, malah terseret kasus koruspi. Mulai dari Ketua Umum
Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, Andi Mallaranggeng, Nazaruddin, dan Angelina
Sondakh. Keempat politisi dan petinggi Partai Demokrat itu, kini sudah mendekam di tahanan.
Saat
ada iklan tersebut, masyarakat sudah semakin yakin bahwa partai pemenang Pemilu
itu serius dalam pemberantasa koruspi. Menjadi partai idola berbasis modern.
Namun, setelah muncul dan terkuak kasus korupsi proyek Hambalang, mayoritas
masyarakat langsung memvonis, bahwa Partai Demokrat itu hanya “omong kosong” saja.
Mengatakan partai anti korupsi, malah menjadi “dalang” dan lumbung korupsi.
Selain
itu, kepercayaan yang kini mulai memuncak adalah kinerja Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono, yang diusung dari Partai Demokrat. Kinerjanya mengusung
kepentingan rakyat, terutama pemberdayaan masyarakat miskin, nilai banyak
kalangan masih cukup minim. Tak sedikit janji-janji sebelum menjabat Prsiden
tak banyak dipenuhi. Terutama soal kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Harga kebutuhan makanan pokok dinilai malah melambung tinggi. Yang dinilai
cukup menyengsarakan rakyat kecil.
Pembahasan
SALAH satu
pemicu “kehancuran” kepercayaan dan citra Partai Demokrat adalah hasil survie. Menurut Direktur
Pol-Tracking Institute Hanta Yudha AR, yang ditulis KOMPAS.com Kamis 19 Desember
2013, bahwa suara Partai Demokrat pada Pemilu legislatif (Pileg) 2014,
diprediksi akan turun drastis dibanding Pileg 2009 lalu. Hal tersebut
disebabkan karena beberapa kasus korupsi yang menimpa partai berkuasa itu.
Dari
survei Pol-Tracking Institute itu, Partai Demokrat hanya berada di posisi
ketiga dengan perolehan angka sebesar 8,80 persen. Sedangkan urutan pertama dan
kedua ditempati oleh PDI-P, yang meraih 18,50 persen dan Partai Golkar meraih 16,90
persen. Padahal, pada Pemilu 2009 lalu, Partai Demokrat “idola” rakyat
Indonesia. Hal itu terbukti setelah menjadi pemenang Pemilu dengan memperoleh suara
sebanyak 20,8 persen.
Adapun
survei yang dilakukan Pol-Tracking Institute tersebut memakai metode wawancara
tatap muka dengann menggunakan kuesioner. Jumlah sampel adalah 2.010 warga dari
semua provinsi di Indonesia yang telah berusia 17 tahun dan bukan anggota
TNI/Polri. Survei yang dilakukan Pol-Tracking Institute itu menurut Hanta Yudha
AR, dilakukan dengan margin of error hanya 2,19 persen. Adapun tingkat
kepecayaannya mencapai 95 persen. Survei tersebut dilaksanakan pada rentang
waktu 13 September 2013 hingga 11 Oktober 2013.
Akibat
kasus korupsi melilit Partai Demokrat itu yang menjadi pertimbangan masyarakat
tak tertarik untuk kembali memilih pada Pemilu 2014 mendatang. Ketua Umum
Partai Demokrat Anas Urbaningrum, kini sudah ditetapkan jadi tersangka oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain Anas, Andi Mallaranggeng dan
Anggelina Sondakh juga sudah diseret KPK untuk menghuni ruang tahanan.
Sementara
hasil survei nasional yang diadakan Reform Institute juga menunjukkan bahwa
elektabilitas Partai Demokrat turun ke peringkat keempat di bawah Partai
Golkar, Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, dan Partai Gerindra.
Menurut Koordinator tim peneliti Reform Institute, Yudi Latif, di Jakarta, Rabu
18 Desember 2013, bahwa elektabilitas Partai Demokrat dilampaui oleh Partai
Gerindra. Turunnya elektabilitas Partai Demokrat itu, utamanya disebabkan oleh
buruknya kinerja pemerintahan periode II Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang
berasal dari Partai Demokrat.
Selain
itu, juga akibat kasus-kasus korupsi yang menimpa para kader Partai Demokrat. Survei
nasional itu, dilakukan selama tiga pekan dari tanggal 4 sampai 25 November
2013. Metode pengambilan data dilakukan melalui wawancara tatap muka terhadap
1.500 responden. Responden laki-laki dan perempuan diambil secara proporsional
dan disesuaikan dengan jumlah penduduk.
Dalam
survei itu, penyebaran sampel dilakukan secara proporsional dengan jumlah
penduduk per provinsi. Sementara itu, di dalam provinsi, survei itu menggunakan
metode multistage random sampling. Survei tersebut memiliki tingkat kepercayaan
hingga 95 persen dan margin of error 2,53.
Diakui
atau tidak, kebenaran dan akurasi dua hasil survei tersebut oleh pengurus
Partai Demokrat, tak bisa dipungkiri, secara logika kasus korupsi yang melilit
Partai Demokrat menjadi pertimbangan dan penyebab tidak sukanya masyarakat
untuk memilih Partai Demokrat pada Pemilu 2014 mendatang. Hasil polling atau
survei yang dilakukan dua lembaga survei itu, jelas membuat citra Partai
Demokrat akan semakin buruk dan kepercayaan masyarakat akan menurun. Dengan sendirinya
Partai Demokrat tidak disukai oleh masyarakat.
Karenanya,
berbagai upaya untuk membangun citra di mata rakyat terus dilakukan. Misalnya,
memasang bendera partai dibeberapa sudut kota hingga kepedesaan ataupun melalui
iklan. Membangun citra melalui iklan, sedikit banyak akan mempengaruhi terhadap
citra partai.
Mengapa
dengan memasang iklan? Menurut Rachmat Kriyantono (2012:199), iklan adalah
bentuk komunikasi nonpersonal yang menjual pesan-pesan persuasif dari sponsor
yang jelas untuk mempengaruhi orang bagaimana bisa membeli produk. Misalnya,
dalam hal ini adalah iklan yang dipasang oleh Partai Demokrat, jelas bertujuan
untuk mempengaruhi masyarakat bagaimana tetap mempercayai dan memilih Partai
Demokrat pada Pemilu 2014 mendatang.
Menelisik
soal citra, G.
Sachs dalam karyanya The Extent and
intention of PR/ Information Activities yang dikutip oleh Onong Uchjana
Efendy (2006:166), Citra adalah pengetahuan mengenai kita dan sikap-sikap
terhadap kita yang mempunyai kelompok-kelompok kepentingan yang berbeda. Adapun
landasan citra berakar dari nilai-nilai kepercayaan yang konkritnya diberikan
secara individual dan merupakan pandangan atau persepsi serta terjadinya proses
akumulasi dari amanat kepercayaan yang telah diberikan oleh individu-individu (Elvinaro
Ardianto, 2004:118).
Salah satu cara
yang dilakukan Partai Demokrat, dengan mamasang iklan atau cara lainnya, secara
pelan-pelan atau proses cepat akan membentuk suatu opini publik yang lebih luas
untuk untuk mengembalikan citra (image)
baik pada Partai Demokrat. Sedangkan hasil survei dua lembaga survei itu jelas
akan membangun citra buruk pada Partai Demokrat.
Secara umum, citra
adalah total persepsi terhadap suatu objek, yang dibentuk dengan memproses
informasi dari berbagai sumber setiap waktu. Citra dalam bahasa Inggris “image”
adalah sejumlah kepercayaan, ide, atau nilai dari seseorang terhadap suatu
objek, merupakan konstruksi mental seseorang yang diperolehnya dari hasil
pergaulan atau pengalaman seseorang, atau merupakan interpretasi, reaksi,
persepsi atau perasaan dari seseorang terhadap apa saja yang berhubungan
dengannya.
Webster
(1993) mendefinisikan citra sebagai gambaran mental atau konsep tentang
sesuatu. Sementara Kotler (1995) mendefinisikan citra sebagai jumlah dari
keyakinan- keyakinan, gambaran-gambaran, dan kesan-kesan yang dipunyai
seseorang pada suatu obyek. Obyek yang dimaksud bisa berupa orang, organisasi,
kelompok orang, atau yang lainnya.
Dalam
suatu masyarakat, sering mendengar citra yang baik maupun citra yang buruk.
Citra yang baik dalam suatu transaksi, merupakan aset yang sangat berharga,
karena citra mempunyai suatu dampak pada persepsi nasabah dari komunikasi dalam
berbagai hal.
Gronsoon
(1990) mengidentifikasikan bahwa terdapat empat peran citra bagi suatu
perusahaan atau organisasi. Pertama, citra mempunyai dampak terhadap
pengharapan perusahaan. Citra yang positif lebih memudahkan bagi organisasi
untuk berkomunikasi secara efektif dan membuat orang-orang lebih mudah mengerti
dengan komunikasi dari mulut ke mulut. Sedangkan citra yang negatif mempunyai
dampak dengan arah sebaliknya.
Kedua,
Citra sebagai penyaring yang mempengaruhi persepsi pada kegiatan perusahaan.
Kualitas teknik dan kualitas fungsional dilihat melalui saringan ini. Jika
citra baik, maka citra menjadi pelindung. Tetapi perlindungan akan efektif jika
hanya terjadi kesalahan-kesalahan kecil pada kualitas teknis dan fungsional, artinya
image masih dapat menjadi pelindung dari kesalahan tersebut. Jika
kesalahan sering terjadi, maka citra akan berubah menjadi citra yang negatif.
Hal itu yang saat ini dialami oleh Partai Demokrat. Karena Partai Demokrat
sudah melakukan kesalahan besar, yakni pengurus partainya terbukti secara hukum
melakukan tindak pidana korupsi.
Ketiga,
citra adalah fungsi dari pengalaman dan harapan konsumen/nasabah. Ketika
konsumen/nasabah membangun harapan dan realitas pengalaman dalam bentuk
kualitas pelayanan teknis dan fungsional, kualitas pelayanan yang dirasakan
menghasilkan perubahan citra. Jika kualitas pelayanan yang dirasakan memenuhi
atau melebihi citra, citra akan mendapat penguatan dan meningkat. Jika kinerja
dibawah citra, maka pengaruhnya berlawanan.
Keempat,
citra mempunyai pengaruh pada internal perusahaan (manajemen). Jika citra jelas
dan positif, secara internal menceritakan nilai-nilai yang jelas dan akan
menguatkan sikap positif terhadap organisasi. Sedangkan citra yang negatif juga
akan berpengaruh negatif terhadap kineja karyawan yang berhubungan dengan
konsumen/nasabah dan kualitas.
Menurut
Frank Jefkins (1992:17),
ada beberapa macam citra yang dikenal dalam aktivitas antara
perusahaan dengan masyarakat. Pertama, adalah Mirror Image (Citra
Bayangan). Citra ini melekat pada orang dalam atau anggota-anggota organisasi (biasanya
adalah pemimpinnya) mengenai anggapan pihak luar tentang organisasinya.
Dalam
kalimat lain, citra bayangan adalah citra yang dianut oleh orang dalam mengenai
pandangan luar, terhadap organisasinya. Citra ini seringkali tidak tepat,
bahkan hanya sekedar ilusi, sebagai akibat dari tidak memadainya informasi,
pengetahuan ataupun pemahaman yang dimiliki oleh kalangan dalam organisasi itu
mengenai pendapat atau pandangan pihak-pihak luar.
Kedua,
Current Image (Citra yang Berlaku). Citra yang berlaku adalah suatu
citra atau pandangan yang dianut oleh pihak- pihak luar mengenai suatu
organisasi. Citra ini sepenuhnya ditentukan oleh banyak-sedikitnya informasi
yang dimiliki oleh mereka yang mempercayainya.
Ketiga,
Multiple Image (Citra Majemuk). Yaitu adanya image yang
bermacam-macam dari publiknya terhadap organisasi tertentu yang ditimbulkan
oleh mereka yang mewakili organisasi kita dengan tingkah laku yang berbeda-beda
atau tidak seirama dengan tujuan atau asas organisasi.
Keempat,
Corporate Image (Citra Perusahaan). Yang dimaksud dengan citra perusahaan ini
adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi bukan sekedar citra
atas produk dan pelayanannya.
Kelima
adalah Wish Image (Citra yang Di harapkan). Citra harapan ini adalah
suatu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen atau suatu organisasi. Citra
yang diharapkan biasanya dirumuskan dan diterapkan untuk sesuatu yang relatif
baru, ketika khalayak belum memiliki informasi yang memadai mengenainya.
Dalam kerangka
citra, Partai Demokrat bisa menggunakan salah satu metode yang dilahirkan oleh
Frank Jefkins tersebut. Nenurut hemat penulis, Partai Demokrat bisa menggunakan
tiga strategi pencitraan yang dihasilkan oleh Jefkins. Pertama, citra perusahaan
(corporate image). Bagaimana citra
perusahaan yang positif lebih dikenal dan diterima oleh publiknya. Kedua,
bisa menggunakan citra serbaneka (multiple
image). Yaitu citra yang merupakan sebuah pelengkap dari citra perusahaan.
Misalnya, bagaimana pihak Humas Partai Demokrat menampilkan pengenalan terhadap
identitas, seperti atribut logo dan sejenisnya, yang diintegrasikan terhadap
citra partai.
Selain itu bisa
menggunakan citra penampilan (performance
image). Cara membangun citra penampilan ini, lebih ditujukan kepada
subyeknya. Bagaimana kinerja atau penampilan diri (performance image) para politisi atau pengurus Partai demokrat
bersikap profesional mengelola partainya. Misalnya, dalam memberikan berbagai
bentuk dan kualitas perhatian kepada masyarakat, dengan sikap berlandaskan
etika menghadapi publik.
Mengapa demikian,
karena proses terbentuknya citra pada dasarnya lebih
bersifat subyektif berdasarkan penilaian terhadap suatu objek. Karena seringkali
citra terbentuk hanya hasil dari efek media massa yang kuat, dengan pengemasan
pesan yang begitu bagus. Sehingga mampu mempengaruhi pembentukan persepsi
khalayak. Walaupun realitas yang sebenarnya tidaklah demikian.
Menjelang
Pemilu 2014, adanya banyak format baru yang dilakukan pengurus partai politik
untuk membangun atau mendongkrak citra partainya di masyarakat. Mulai dari melakukan blusukan, hingga
menggelar berbagai macam event. Selain untuk memperkenalkan aneka program
partainya, juga membangun kepercayaan ke masyarakat.
Dalam
teori pemasaran politik, seperti yang ditulis Rhenald Kasali, bahwa pesan
komunikasi politik partai harus didesain sedemikian rupa untuk memenuhi
kebutuhan segmen yang telah dipilih. Hal itu, harus didukung dengan
strategi partai yang juga harus didasarkan oleh riset pasar yang solid. Dengan
karakter segmen yang jelas, maka akan memudahkan dalam menentukan dan
mengemas pesan.
Kesadaran
pelaku politik atau pengurus partai, dalam membangun citra partai politik
sebenarnya merupakan program Public Relations yang
baik. Karena program Public Relations menyangkut
kebijakan partai mengenai bagaimana mengkomunikasikan prinsip, visi, misi dan platform
partai politik, melakukan kampanye terarah untuk memperluas basis pemilihnya
dan untuk membujuk khalayak yang heterogen memilih suatu partai politik
tertentu.
Dalam
pandangan Ibnu Hamad dalam majalah CAKRAM KOMUNIKASI (2004/239), Direktur
Institute For Democracy and Communication Research (INDICATOR) bahwa,
selain media iklan, partai politik harus juga menggunakan media Public Relations, teknik
marketing, dan kecanggihan teknologi. Karena yang dibutuhkan partai politik saat ini
adalah kemampuan mengelola dirinya secara professional. Dengan demikian, Public Relations hal cukup
penting dalam sebuah organisasi, perusahaan atau partai politik yang memiliki banyak
kepentingan yang harus dicapai.
Partai
politik tidak bisa terlepas pada persoalan personal branding. Yakni, sebuah
pencitraan pribadi yang mewakili serangkaian keahlian, suatu ide cemerlang,
sebuah sistem kepercayaan, dan persamaan nilai yang dianggap menarik oleh orang
lain. Jika di partai Demokrat sosok yang menjual adalah Ketua Umum, yakni
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menjabat sebagai Presiden RI.
Banyak
tokoh yang mendefinisikan personal branding. Secara umum bisa dikatakan bahwa
personal branding adalah segala sesuatu yang ada pada diri anda yang membedakan
dan menjual, seperti pesan anda, pembawaan diri dan taktik pemasaran. Menurut Montoya
(2006), Personal Branding adalah sebuah seni dalam menarik dan
memelihara lebih banyak klien dengan cara membentuk persepsi publik secara
aktif.
Sementara
menurut Montoya dan Vandehey (2008) bahwa Personal Branding adalah
sesuatu tentang bagaimana mengambil kendali atas penilaian orang lain terhadap
anda sebelum ada pertemuan langsung dengan anda. Melihat definisi tersebut
Mobray (2009) mengatakan, bahwa kemampuan menggunakan atribut-atribut secara
bebas yang menunjukkan kemampuan anda dalam mengatur harapan-harapan yang ingin
orang lain terima dalam pertemuannya dengan anda.
Penulis
mencontohkan personal branding sangat erat dan marak dilakukan pada saat
menjelang pemilihan kepala daerah, calon legislatif atau Pemilu Presiden.
Seperti kampanye dan sejenisnya. Baik kampanye di tingkat daerah maupun di
nasional. Contohnya di tingkat daerah adalah personal branding yang dimunculkan
oleh Joko Widodo (Jokowi) pada saat sebelum menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Jokowi
melakukan pencitraan dengan membawa misi “peduli wong cilik” antara lain
dengan turun ke jalan melihat dan menemui langsung masyarakat untuk mengetahui
keinginan dan permasalahan yang terjadi secara langsung, yang dikenal dengan
istilah blusukan ala Jokowi.
Dari
jabaran soal citra diatas dan personal brnading diatas, bahwa untuk masalah
citra pada dasarnya dikarenakan adanya beberapa faktor. Karena organisasi
dikenal, tetapi citranya buruk. Organisasi tidak dikenal dengan baik, tetapi
mempunyai citra yang tidak jelas atau citra didasarkan pada pengalaman yang
telah lama berlalu.
Seperti
yang telah dikemukakan Bernstein (1985) dan Gronsoon (1990) bahwa image (citra)
adalah realitas, maka program-program pengembangan dan perbaikan citra akan
memberikan citra yang positif harus didasarkan pada realitas Reza Rahman (2009).
Karena, citra hanya dapat dirasakan oleh nasabah atau masyarakat secara umum, dengan
kenyataan yang dialami. Agar citra yang dipersepsikan oleh masyarakat baik dan
benar, citra perlu dibangun dengan jujur.
Cara
yang sudah digunakan secara luas dan mempunyai kredibilitas yang tinggi, yaitu
dengan hubungan masyarakat. Gaulke dalam Marken (1995) mengatakan bahwa tujuan
hubungan masyarakat adalah merancang dan melindungi citra organisasi. Kotler
(1997) juga menjelaskan bahwa daya tarik penggunaan hubungan masyarakat sebagai
cara untuk membangun citra.
Penutup
Ada
beberapa hal yang terjadi mengapa citra Partai demokrat “terjun bebas”.
Diantaranya, melilitnya kasus korupsi di tubuh Partai Demokrat dan menyeret petinggi
partainya. Hasil survie oleh bannyak lembaga survie dan dipublikasikan di
banyak media, baiak cetak, online dan televisi, membuat “Partai demokrat
diujung kehancuran”.
Hasil
survei yang dilakukan oleh dua lembaga survei tersebut, jelas akan menambah buruh
citra partai yang dipimpin oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono itu.
Imbasnya, perolehan suara pada Pemilu 2014 mendatang akan jauh berbeda dengan
Pemilu 2009 lalu, yang mampu menjadi pemenang Pemilu.
Personal
branding yang seharusnya terus dijaga dan dipupuk dengan baik, tak lagi
berjalan mulus. Apalagi sejak ditahannya mantan para petinggi partai. Dan kini,
para politis partai dalam melakukan komunikasi politik tak se indah tahun
sebelumnya. Etika berkomunikasi dinilai lemah. Manajemen komunikasi politiknya
tak terarah tak dan tertata dengan baik dan berkualitas.
DAFTAR
PUSTAKA
Beekum, Rafik
Issa. (2004). Etika Bisnis Islami. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Ruslan, Rosady.
(2006). Manajemen Publik Relations dan Media Komunikasi Konsepsi dan
Aplikasi. Jakarta. Raja Grafindo Persada.
Kriyantono,
Rachmat. (2012). Public Relations Writing, Teknik Produksi Media Public
Relations dan Publisitas Korporat. Jakarta. Kencana Prenada Media Group.
Uchjana, Efendy, Onong. 2006. Hubungan Masyarakat Suatu Studi
Komunikologis. Bandung: Remadja Rosdakarya.
Ardianto, Elvinaro. 2004. Public Relation : Suatu Pendekatan Praktis
Kiat Menjadi Komunikator dalam Berhubungan dengan Publik dan Masyarakat.
Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Rahman, Reza.
(2009). Corporate Social Responsibility antara Teori dan Kenyataan. Yogyakarta.
Media Pressindo.
Jefkins, Frank. 1992. Public Relations. Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti.
Majalah CAKRAM
KOMUNIKASI Edisi Januari 2004
http://nasional.kompas.com/read/2013/12/19/1625403/Survei.Suara.Demokrat.dan.PKS.Jeblok.karena.Korupsi
http://m.liputan6.com/news/read/781789/survei-pol-tracking-pdip-menang-pada-pemilu-2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar