Selasa, 04 Februari 2014

Citra Partai Berlogo Mercy Tak Lagi “Bergengsi”



Oleh: Yatimul Ainun

Pendahuluan
CITRA partai berlogo Mercedes-Benz (Mercy), alias Partai Demokrat (PD), kini tak lagi “bergengsi” dan menarik hati rakyat Indonesia. Hal itu diakibatkan Hal setelah melihat hasil survei yang rilis oleh dua lembaga survei di Indonesia. Diantaranya, hasil survei Pol-Tracking Institute, pada Kamis 19 Desember 2013 lalu di Jakarta, dan hasil survei Reform Institute pada Rabu 18 Desember 2013 di Jakarta.
Tak hanya hasil survie yang membuat citra Partai Demokrat “terjun bebas”, kepercayaan masyarakat menurun drastis. Namun, banyak faktor yang menghantuinya. Kasus korupsi yang menimpa petinggi partai dan kasus tersebut menjadi menu seksi semua media lokal maupun nasional, juga salah satu akibat dari jebloknya kredibilitasdan citra Partai Demokrat. Selain itu, Manajemen komunikasi politik yang dibangun, sering tak sesuai dengan harapan rakyat.
Padahal peran media, untuk membangun citra partai sangat penting dan dominan. Pemberitaan negatif soal kasus politisi dari Partai Demokrat yang terus menerus menjadi topik utama media baik cetak lebih-lebih media elektronik, akan membuat image Partai Demokrat tak lagi diminati rakyat.
Komitmen dan menjaga krdibilitas partai begitu snagat penting. Misalnya, rakyat sudah mengetahui bagaimana Partai Demokrat memasang iklan di banyak media televisi, bahwa Partai Demokrat tolak korupsi dan siap memberantas korupsi. Namun, apa yang terjadi malah sebaliknya. Hampir semua yang “mejeng” dalam iklan Partai Demokrat anti korupsi itu, malah terseret kasus koruspi. Mulai dari Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, Andi Mallaranggeng, Nazaruddin, dan Angelina Sondakh. Keempat politisi dan petinggi Partai Demokrat  itu, kini sudah mendekam di tahanan.
Saat ada iklan tersebut, masyarakat sudah semakin yakin bahwa partai pemenang Pemilu itu serius dalam pemberantasa koruspi. Menjadi partai idola berbasis modern. Namun, setelah muncul dan terkuak kasus korupsi proyek Hambalang, mayoritas masyarakat langsung memvonis, bahwa Partai Demokrat itu hanya “omong kosong” saja. Mengatakan partai anti korupsi, malah menjadi “dalang” dan lumbung korupsi.
Selain itu, kepercayaan yang kini mulai memuncak adalah kinerja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang diusung dari Partai Demokrat. Kinerjanya mengusung kepentingan rakyat, terutama pemberdayaan masyarakat miskin, nilai banyak kalangan masih cukup minim. Tak sedikit janji-janji sebelum menjabat Prsiden tak banyak dipenuhi. Terutama soal kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Harga kebutuhan makanan pokok dinilai malah melambung tinggi. Yang dinilai cukup menyengsarakan rakyat kecil.

Pembahasan
SALAH satu pemicu “kehancuran” kepercayaan dan citra Partai Demokrat adalah hasil survie. Menurut Direktur Pol-Tracking Institute Hanta Yudha AR, yang ditulis KOMPAS.com Kamis 19 Desember 2013, bahwa suara Partai Demokrat pada Pemilu legislatif (Pileg) 2014, diprediksi akan turun drastis dibanding Pileg 2009 lalu. Hal tersebut disebabkan karena beberapa kasus korupsi yang menimpa partai berkuasa itu.
Dari survei Pol-Tracking Institute itu, Partai Demokrat hanya berada di posisi ketiga dengan perolehan angka sebesar 8,80 persen. Sedangkan urutan pertama dan kedua ditempati oleh PDI-P, yang meraih 18,50 persen dan Partai Golkar meraih 16,90 persen. Padahal, pada Pemilu 2009 lalu, Partai Demokrat “idola” rakyat Indonesia. Hal itu terbukti setelah menjadi pemenang Pemilu dengan memperoleh suara sebanyak 20,8 persen.
Adapun survei yang dilakukan Pol-Tracking Institute tersebut memakai metode wawancara tatap muka dengann menggunakan kuesioner. Jumlah sampel adalah 2.010 warga dari semua provinsi di Indonesia yang telah berusia 17 tahun dan bukan anggota TNI/Polri. Survei yang dilakukan Pol-Tracking Institute itu menurut Hanta Yudha AR, dilakukan dengan margin of error hanya 2,19 persen. Adapun tingkat kepecayaannya mencapai 95 persen. Survei tersebut dilaksanakan pada rentang waktu 13 September 2013 hingga 11 Oktober 2013.
Akibat kasus korupsi melilit Partai Demokrat itu yang menjadi pertimbangan masyarakat tak tertarik untuk kembali memilih pada Pemilu 2014 mendatang. Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, kini sudah ditetapkan jadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain Anas, Andi Mallaranggeng dan Anggelina Sondakh juga sudah diseret KPK untuk menghuni ruang tahanan.
Sementara hasil survei nasional yang diadakan Reform Institute juga menunjukkan bahwa elektabilitas Partai Demokrat turun ke peringkat keempat di bawah Partai Golkar, Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, dan Partai Gerindra. Menurut Koordinator tim peneliti Reform Institute, Yudi Latif, di Jakarta, Rabu 18 Desember 2013, bahwa elektabilitas Partai Demokrat dilampaui oleh Partai Gerindra. Turunnya elektabilitas Partai Demokrat itu, utamanya disebabkan oleh buruknya kinerja pemerintahan periode II Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang berasal dari Partai Demokrat.
Selain itu, juga akibat kasus-kasus korupsi yang menimpa para kader Partai Demokrat. Survei nasional itu, dilakukan selama tiga pekan dari tanggal 4 sampai 25 November 2013. Metode pengambilan data dilakukan melalui wawancara tatap muka terhadap 1.500 responden. Responden laki-laki dan perempuan diambil secara proporsional dan disesuaikan dengan jumlah penduduk.
Dalam survei itu, penyebaran sampel dilakukan secara proporsional dengan jumlah penduduk per provinsi. Sementara itu, di dalam provinsi, survei itu menggunakan metode multistage random sampling. Survei tersebut memiliki tingkat kepercayaan hingga 95 persen dan margin of error 2,53.
Diakui atau tidak, kebenaran dan akurasi dua hasil survei tersebut oleh pengurus Partai Demokrat, tak bisa dipungkiri, secara logika kasus korupsi yang melilit Partai Demokrat menjadi pertimbangan dan penyebab tidak sukanya masyarakat untuk memilih Partai Demokrat pada Pemilu 2014 mendatang. Hasil polling atau survei yang dilakukan dua lembaga survei itu, jelas membuat citra Partai Demokrat akan semakin buruk dan kepercayaan masyarakat akan menurun. Dengan sendirinya Partai Demokrat tidak disukai oleh masyarakat.
Karenanya, berbagai upaya untuk membangun citra di mata rakyat terus dilakukan. Misalnya, memasang bendera partai dibeberapa sudut kota hingga kepedesaan ataupun melalui iklan. Membangun citra melalui iklan, sedikit banyak akan mempengaruhi terhadap citra partai.
Mengapa dengan memasang iklan? Menurut Rachmat Kriyantono (2012:199), iklan adalah bentuk komunikasi nonpersonal yang menjual pesan-pesan persuasif dari sponsor yang jelas untuk mempengaruhi orang bagaimana bisa membeli produk. Misalnya, dalam hal ini adalah iklan yang dipasang oleh Partai Demokrat, jelas bertujuan untuk mempengaruhi masyarakat bagaimana tetap mempercayai dan memilih Partai Demokrat pada Pemilu 2014 mendatang.
Menelisik soal citra, G. Sachs dalam karyanya The Extent and intention of PR/ Information Activities yang dikutip oleh Onong Uchjana Efendy (2006:166), Citra adalah pengetahuan mengenai kita dan sikap-sikap terhadap kita yang mempunyai kelompok-kelompok kepentingan yang berbeda. Adapun landasan citra berakar dari nilai-nilai kepercayaan yang konkritnya diberikan secara individual dan merupakan pandangan atau persepsi serta terjadinya proses akumulasi dari amanat kepercayaan yang telah diberikan oleh individu-individu (Elvinaro Ardianto, 2004:118).
Salah satu cara yang dilakukan Partai Demokrat, dengan mamasang iklan atau cara lainnya, secara pelan-pelan atau proses cepat akan membentuk suatu opini publik yang lebih luas untuk untuk mengembalikan citra (image) baik pada Partai Demokrat. Sedangkan hasil survei dua lembaga survei itu jelas akan membangun citra buruk pada Partai Demokrat.
Secara umum, citra adalah total persepsi terhadap suatu objek, yang dibentuk dengan memproses informasi dari berbagai sumber setiap waktu. Citra dalam bahasa Inggris “image” adalah sejumlah kepercayaan, ide, atau nilai dari seseorang terhadap suatu objek, merupakan konstruksi mental seseorang yang diperolehnya dari hasil pergaulan atau pengalaman seseorang, atau merupakan interpretasi, reaksi, persepsi atau perasaan dari seseorang terhadap apa saja yang berhubungan dengannya.
Webster (1993) mendefinisikan citra sebagai gambaran mental atau konsep tentang sesuatu. Sementara Kotler (1995) mendefinisikan citra sebagai jumlah dari keyakinan- keyakinan, gambaran-gambaran, dan kesan-kesan yang dipunyai seseorang pada suatu obyek. Obyek yang dimaksud bisa berupa orang, organisasi, kelompok orang, atau yang lainnya.
Dalam suatu masyarakat, sering mendengar citra yang baik maupun citra yang buruk. Citra yang baik dalam suatu transaksi, merupakan aset yang sangat berharga, karena citra mempunyai suatu dampak pada persepsi nasabah dari komunikasi dalam berbagai hal.
Gronsoon (1990) mengidentifikasikan bahwa terdapat empat peran citra bagi suatu perusahaan atau organisasi. Pertama, citra mempunyai dampak terhadap pengharapan perusahaan. Citra yang positif lebih memudahkan bagi organisasi untuk berkomunikasi secara efektif dan membuat orang-orang lebih mudah mengerti dengan komunikasi dari mulut ke mulut. Sedangkan citra yang negatif mempunyai dampak dengan arah sebaliknya.
Kedua, Citra sebagai penyaring yang mempengaruhi persepsi pada kegiatan perusahaan. Kualitas teknik dan kualitas fungsional dilihat melalui saringan ini. Jika citra baik, maka citra menjadi pelindung. Tetapi perlindungan akan efektif jika hanya terjadi kesalahan-kesalahan kecil pada kualitas teknis dan fungsional, artinya image masih dapat menjadi pelindung dari kesalahan tersebut. Jika kesalahan sering terjadi, maka citra akan berubah menjadi citra yang negatif. Hal itu yang saat ini dialami oleh Partai Demokrat. Karena Partai Demokrat sudah melakukan kesalahan besar, yakni pengurus partainya terbukti secara hukum melakukan tindak pidana korupsi.
Ketiga, citra adalah fungsi dari pengalaman dan harapan konsumen/nasabah. Ketika konsumen/nasabah membangun harapan dan realitas pengalaman dalam bentuk kualitas pelayanan teknis dan fungsional, kualitas pelayanan yang dirasakan menghasilkan perubahan citra. Jika kualitas pelayanan yang dirasakan memenuhi atau melebihi citra, citra akan mendapat penguatan dan meningkat. Jika kinerja dibawah citra, maka pengaruhnya berlawanan.
Keempat, citra mempunyai pengaruh pada internal perusahaan (manajemen). Jika citra jelas dan positif, secara internal menceritakan nilai-nilai yang jelas dan akan menguatkan sikap positif terhadap organisasi. Sedangkan citra yang negatif juga akan berpengaruh negatif terhadap kineja karyawan yang berhubungan dengan konsumen/nasabah dan kualitas.
Menurut Frank Jefkins (1992:17), ada beberapa macam citra yang dikenal dalam aktivitas antara perusahaan dengan masyarakat. Pertama, adalah Mirror Image (Citra Bayangan). Citra ini melekat pada orang dalam atau anggota-anggota organisasi (biasanya adalah pemimpinnya) mengenai anggapan pihak luar tentang organisasinya.
Dalam kalimat lain, citra bayangan adalah citra yang dianut oleh orang dalam mengenai pandangan luar, terhadap organisasinya. Citra ini seringkali tidak tepat, bahkan hanya sekedar ilusi, sebagai akibat dari tidak memadainya informasi, pengetahuan ataupun pemahaman yang dimiliki oleh kalangan dalam organisasi itu mengenai pendapat atau pandangan pihak-pihak luar.
Kedua, Current Image (Citra yang Berlaku). Citra yang berlaku adalah suatu citra atau pandangan yang dianut oleh pihak- pihak luar mengenai suatu organisasi. Citra ini sepenuhnya ditentukan oleh banyak-sedikitnya informasi yang dimiliki oleh mereka yang mempercayainya.
Ketiga, Multiple Image (Citra Majemuk). Yaitu adanya image yang bermacam-macam dari publiknya terhadap organisasi tertentu yang ditimbulkan oleh mereka yang mewakili organisasi kita dengan tingkah laku yang berbeda-beda atau tidak seirama dengan tujuan atau asas organisasi.
Keempat, Corporate Image (Citra Perusahaan). Yang dimaksud dengan citra perusahaan ini adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi bukan sekedar citra atas produk dan pelayanannya.
Kelima adalah Wish Image (Citra yang Di harapkan). Citra harapan ini adalah suatu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen atau suatu organisasi. Citra yang diharapkan biasanya dirumuskan dan diterapkan untuk sesuatu yang relatif baru, ketika khalayak belum memiliki informasi yang memadai mengenainya.
Dalam kerangka citra, Partai Demokrat bisa menggunakan salah satu metode yang dilahirkan oleh Frank Jefkins tersebut. Nenurut hemat penulis, Partai Demokrat bisa menggunakan tiga strategi pencitraan yang dihasilkan oleh Jefkins. Pertama, citra perusahaan (corporate image). Bagaimana citra perusahaan yang positif lebih dikenal dan diterima oleh publiknya. Kedua, bisa menggunakan citra serbaneka (multiple image). Yaitu citra yang merupakan sebuah pelengkap dari citra perusahaan. Misalnya, bagaimana pihak Humas Partai Demokrat menampilkan pengenalan terhadap identitas, seperti atribut logo dan sejenisnya, yang diintegrasikan terhadap citra partai.
Selain itu bisa menggunakan citra penampilan (performance image). Cara membangun citra penampilan ini, lebih ditujukan kepada subyeknya. Bagaimana kinerja atau penampilan diri (performance image) para politisi atau pengurus Partai demokrat bersikap profesional mengelola partainya. Misalnya, dalam memberikan berbagai bentuk dan kualitas perhatian kepada masyarakat, dengan sikap berlandaskan etika menghadapi publik.
Mengapa demikian, karena proses terbentuknya citra pada dasarnya lebih bersifat subyektif berdasarkan penilaian terhadap suatu objek. Karena seringkali citra terbentuk hanya hasil dari efek media massa yang kuat, dengan pengemasan pesan yang begitu bagus. Sehingga mampu mempengaruhi pembentukan persepsi khalayak. Walaupun realitas yang sebenarnya tidaklah demikian.
Menjelang Pemilu 2014, adanya banyak format baru yang dilakukan pengurus partai politik untuk membangun atau mendongkrak citra partainya di masyarakat.  Mulai dari melakukan blusukan, hingga menggelar berbagai macam event. Selain untuk memperkenalkan aneka program partainya, juga membangun kepercayaan ke masyarakat.
Dalam teori pemasaran politik, seperti yang ditulis Rhenald Kasali, bahwa pesan komunikasi politik partai harus didesain sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan segmen yang telah dipilih. Hal itu, harus didukung dengan strategi partai yang juga harus didasarkan oleh riset pasar yang solid. Dengan karakter segmen yang jelas, maka akan memudahkan dalam menentukan dan mengemas pesan.
Kesadaran pelaku politik atau pengurus partai, dalam membangun citra partai politik sebenarnya merupakan program Public Relations yang baik. Karena program Public Relations menyangkut kebijakan partai mengenai bagaimana mengkomunikasikan prinsip, visi, misi dan platform partai politik, melakukan kampanye terarah untuk memperluas basis pemilihnya dan untuk membujuk khalayak yang heterogen memilih suatu partai politik tertentu.
Dalam pandangan Ibnu Hamad dalam majalah CAKRAM KOMUNIKASI (2004/239), Direktur Institute For Democracy and Communication Research (INDICATOR) bahwa, selain media iklan, partai politik harus juga menggunakan media Public Relations, teknik marketing, dan kecanggihan teknologi.  Karena yang dibutuhkan partai politik saat ini adalah kemampuan mengelola dirinya secara professional. Dengan demikian, Public Relations hal cukup penting dalam sebuah organisasi, perusahaan atau partai politik yang memiliki banyak kepentingan yang harus dicapai.
Partai politik tidak bisa terlepas pada persoalan personal branding. Yakni, sebuah pencitraan pribadi yang mewakili serangkaian keahlian, suatu ide cemerlang, sebuah sistem kepercayaan, dan persamaan nilai yang dianggap menarik oleh orang lain. Jika di partai Demokrat sosok yang menjual adalah Ketua Umum, yakni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menjabat sebagai Presiden RI.
Banyak tokoh yang mendefinisikan personal branding. Secara umum bisa dikatakan bahwa personal branding adalah segala sesuatu yang ada pada diri anda yang membedakan dan menjual, seperti pesan anda, pembawaan diri dan taktik pemasaran. Menurut Montoya (2006), Personal Branding adalah sebuah seni dalam menarik dan memelihara lebih banyak klien dengan cara membentuk persepsi publik secara aktif.
Sementara menurut Montoya dan Vandehey (2008) bahwa Personal Branding adalah sesuatu tentang bagaimana mengambil kendali atas penilaian orang lain terhadap anda sebelum ada pertemuan langsung dengan anda. Melihat definisi tersebut Mobray (2009) mengatakan, bahwa kemampuan menggunakan atribut-atribut secara bebas yang menunjukkan kemampuan anda dalam mengatur harapan-harapan yang ingin orang lain terima dalam pertemuannya dengan anda.
Penulis mencontohkan personal branding sangat erat dan marak dilakukan pada saat menjelang pemilihan kepala daerah, calon legislatif atau Pemilu Presiden. Seperti kampanye dan sejenisnya. Baik kampanye di tingkat daerah maupun di nasional. Contohnya di tingkat daerah adalah personal branding yang dimunculkan oleh Joko Widodo (Jokowi) pada saat sebelum menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Jokowi melakukan pencitraan dengan membawa misi “peduli wong cilik” antara lain dengan turun ke jalan melihat dan menemui langsung masyarakat untuk mengetahui keinginan dan permasalahan yang terjadi secara langsung, yang dikenal dengan istilah blusukan ala Jokowi.
Dari jabaran soal citra diatas dan personal brnading diatas, bahwa untuk masalah citra pada dasarnya dikarenakan adanya beberapa faktor. Karena organisasi dikenal, tetapi citranya buruk. Organisasi tidak dikenal dengan baik, tetapi mempunyai citra yang tidak jelas atau citra didasarkan pada pengalaman yang telah lama berlalu.
Seperti yang telah dikemukakan Bernstein (1985) dan Gronsoon (1990) bahwa image (citra) adalah realitas, maka program-program pengembangan dan perbaikan citra akan memberikan citra yang positif harus didasarkan pada realitas Reza Rahman (2009). Karena, citra hanya dapat dirasakan oleh nasabah atau masyarakat secara umum, dengan kenyataan yang dialami. Agar citra yang dipersepsikan oleh masyarakat baik dan benar, citra perlu dibangun dengan jujur.
Cara yang sudah digunakan secara luas dan mempunyai kredibilitas yang tinggi, yaitu dengan hubungan masyarakat. Gaulke dalam Marken (1995) mengatakan bahwa tujuan hubungan masyarakat adalah merancang dan melindungi citra organisasi. Kotler (1997) juga menjelaskan bahwa daya tarik penggunaan hubungan masyarakat sebagai cara untuk membangun citra.

Penutup
Ada beberapa hal yang terjadi mengapa citra Partai demokrat “terjun bebas”. Diantaranya, melilitnya kasus korupsi di tubuh Partai Demokrat dan menyeret petinggi partainya. Hasil survie oleh bannyak lembaga survie dan dipublikasikan di banyak media, baiak cetak, online dan televisi, membuat “Partai demokrat diujung kehancuran”.
Hasil survei yang dilakukan oleh dua lembaga survei tersebut, jelas akan menambah buruh citra partai yang dipimpin oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono itu. Imbasnya, perolehan suara pada Pemilu 2014 mendatang akan jauh berbeda dengan Pemilu 2009 lalu, yang mampu menjadi pemenang Pemilu.
Personal branding yang seharusnya terus dijaga dan dipupuk dengan baik, tak lagi berjalan mulus. Apalagi sejak ditahannya mantan para petinggi partai. Dan kini, para politis partai dalam melakukan komunikasi politik tak se indah tahun sebelumnya. Etika berkomunikasi dinilai lemah. Manajemen komunikasi politiknya tak terarah tak dan tertata dengan baik dan berkualitas.


DAFTAR PUSTAKA


Beekum, Rafik Issa. (2004). Etika Bisnis Islami. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Ruslan, Rosady. (2006). Manajemen Publik Relations dan Media Komunikasi Konsepsi dan Aplikasi. Jakarta. Raja Grafindo Persada.
Kriyantono, Rachmat. (2012). Public Relations Writing, Teknik Produksi Media Public Relations dan Publisitas Korporat. Jakarta. Kencana Prenada Media Group.
Uchjana, Efendy, Onong. 2006. Hubungan Masyarakat Suatu Studi Komunikologis. Bandung: Remadja Rosdakarya.
Ardianto, Elvinaro. 2004. Public Relation : Suatu Pendekatan Praktis Kiat Menjadi Komunikator dalam Berhubungan dengan Publik dan Masyarakat. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Rahman, Reza. (2009). Corporate Social Responsibility antara Teori dan Kenyataan. Yogyakarta. Media Pressindo.
Jefkins, Frank. 1992. Public Relations. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Majalah CAKRAM KOMUNIKASI Edisi Januari 2004
http://nasional.kompas.com/read/2013/12/19/1625403/Survei.Suara.Demokrat.dan.PKS.Jeblok.karena.Korupsi
http://m.liputan6.com/news/read/781789/survei-pol-tracking-pdip-menang-pada-pemilu-2014


Tidak ada komentar:

Posting Komentar